Selasa, 22 Maret 2011

Bekerja untuk Hidup atau Hidup untuk Bekerja

Seorang laki-laki pulang dari bekerja agak terlambat, lelah dan jengkel.
Ia melihat anaknya yang berumur lima tahun menunggunya di depan pintu.
“Ayah, bolehkah saya bertanya?” tanya anak itu. “Ya, ada apa?” jawab ayahnya.
“Ayah berapa gaji ayah satu jam?” ”Itu bukan urusanmu! Mengapa kau tanyakan itu?” Sahut ayahnya marah. ”Saya cuma ingin tahu. Tolong beritahu saya berapa yang ayah peroleh dalam sejam?” Pinta anak itu.

”Bila kamu ingin tahu, saya memperoleh 20 dolar per jam.” ”Oh,” anak itu menjawab dengan kepala menunduk. Lalu ia bertanya kembali, ”Ayah, bolehkah saya meminjam 10 dolar?”
Ayahnya agak gemas. ”Bila itu alasannya kamu bertanya gaji saya hanya untuk membeli sebuah mainan bodoh atau hal lain yang konyol pergilah ke kamar dan tidur.
Berpikirlah mengapa kamu hanya mementingkan dirimu sendiri.
Saya bekerja keras seharian penuh dan tidak mempunyai waktu untuk permainan tak berguna itu.” Anak itu pergi ke kamar tidurnya dan menutup pintu. Ayahnya duduk dan menjadi makin jengkel terhadap pertanyaan anaknya itu.

Betapa beraninya anaknya menanyakan pertanyaan seperti itu untuk mendapatkan uang. Setelah kira-kira sejam, orang itu lebih tenang, dan mulai berpikir bahwa ia agak terlalu keras terhadap anaknya. Mungkin ada sesuatu yang anaknya ingin benar-benar beli dengan 10 dolar itu apalagi anak itu jarang meminta uang. Orang itu bangkit ke kamar anaknya dan membuka pintu seraya bertanya,
“Apakah kamu sudah tidur anakku?” ”Belum ayah,” jawab anak itu.
”Saya berpikir, mungkin saya terlalu keras kepadamu tadi.
Hari ini sangat melelahkan hingga ayah tadi tidak sabaran. Ini 10 dolar yang kamu minta.” Anak itu bangun cepat-cepat. “Oh, terima kasih ayah!” teriaknya.

Kemudian ia meraba ke bawah bantalnya dan mengambil beberapa lembar uang yang sudah kucal.
Orang itu yang melihat anaknya sudah memiliki sejumlah uang, mulai marah lagi.
Anak itu pelan-pelan menghitung uangnya, lalu memandang ayahnya.
”Mengapa kamu meminta uang lagi kalau kamu sudah memilikinya?” Ayah itu menggumam.
”Karena uang saya tidak cukup, tetapi sekarang sudah,” jawab anak itu.
“Ayah, saya mempunyai 20 dolar sekarang … Bolehkah saya membeli waktu ayah selama sejam?”

Cerita diatas mungkin bagi kita terasa mengada-ada, mana mungkin saya menjadi ayah yang demikian buruk, namun bagi kita yang sudah berkeluarga mungkin akan merasakan hal yang berbeda.
Kita selalu berkata bahwa kita bekerja untuk keluarga kita, namun kadang kita kurang peka akan kebutuhan keluarga kita sebenarnya, yaitu kehadiran kita...


Ayah saya merupakan pekerja keras, bahkan rasa tanggung jawabnya patut diacungi jempol, namun hal yang sering terjadi adalah ayah saya kekurangan waktu untuk keluarganya. Kadang ayah saya menyuruh kami sekeluarga untuk berlibur, tentu dia tidak ikut karena harus bekerja, baginya adalah sebuah kesuksesan bisa memberikan apa yang keluarganya inginkan, namun tetap saja saya merasakan kekosongan sosok ayah...


Seperti judul artikel ini, Bekerja untuk Hidup dan Hidup untuk Bekerja, mungkin terlihat hampir sama, namun memiliki arti yang sangat berbeda...
Jangan jadikan bekerja sebagai tujuan hidup, namun jadikan pekerjaan sebagai anugerah dalam hidup ini, diberkati dan memberkati...^^

Sebagai seorang Ayah, renungkanlah hal ini!
Sebagai seorang Anak, doakan dan tetap hormatilah orang tuamu!

Jangan pernah kuatir akan hari esok, karena Tuhan selalu mencukupkan kita selama kita sudah melakukan yang terbaik dan indah di mata Tuhan...
Luangkan waktu untuk keluarga, karena keluarga merupakan salah satu anugerah Tuhan yang terindah^^

Tuhan Yesus Memberkati...

Ibrani 13:5
Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar